PENGARUH BUDAYA ASING TERHADAP KEUTUHAN DAN PERSATUAN BANGSA

Berhubung sekarang bulan Oktober, yuk sama-sama kita baca dulu Sumpah pemuda.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Entah kapan terakhir kali pemuda kita saat ini membaca dan merenungi arti dan makna sumpah pemuda tersebut. Pemuda saat ini sedang sibuk dengan aktifitas-aktifitas mereka yang tak disadari menjuhkan mereka dari rasa cinta dan kepedulian mereka terhadap bangsa dan negaranya. Seperti yang kita lihat sekarang, banyak pemuda yang melupakan azas-azas persatuan dan arti nasionalisme. Implikasinya, perselisihan antarkelompok pemuda kian memarak, sensitivitas kelompok semakin menguat. Budaya gotong-royong di antara anak bangsa semakin hilang dan meluntur. Bila semangat nasionalisme telah hilang, hal ini akan membahayakan kemajuan bangsa. Padahal, pemuda merupakan pemegang estafet sejarah. Jika sejarah  dilupakan dan prinsip- prinsip bangsa sudah tidak dipedulikan, maka siapa lagi yang akan memimpin bangsa ini di masa yang akan datang?.

Menjadi pemuda merupakan sebuah fase kehidupan yang harus dilalui. Dengan segala potensi yang pemuda miliki melatarbelakangi munculnya sebuah ungkapan klise “pemuda adalah tulang punggung bagi kemajuan sebuah bangsa”. Pernyataan tersebut telah dibuktikan dari belahan bumi manapun didunia ini sejak zaman batu sampai dengan zaman modernisasi yang penuh dengan gemerlap kehidupan dimana pemuda merupakan sosok yang mampu memberikan arah dan warna tersendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tanpa disadari, usaha pencucian otak terhadap pemuda kita sedang terjadi saat ini. Seiring dengan masuknya era globalisasi di Indonesia, turut mengiringi masuknya budaya-budaya asing. Di zaman modern yang serba canggih ini, perkembangan tekhnologi tidak dibarengi dengan masuknya budaya-budaya asing positif. Budaya asing mulai masuk merembet keberbagai penjuru di negeri kita secara bebas dan transparan tanpa ada filterisasi. Mereka mulai terbuka dengan inovasi-inovasi yang hadir dalam kehidupannya, tapi ternyata mereka belum bisa memilah-milah, mana yang sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dan mana yang tidak sesuai dengan aturan serta norma yang berlaku dinegara ini.

Globalisasi contohnya, hal ini juga merupakan sebuah tantangan yang dianggap besar bagi setiap negara. Tak terkecuali dinegara kita, Indonesia. Keadaan ini di tinjau oleh bangsa Indonesia yang terhanyut dan terbuai karena mengikuti arus globalisasi. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya rakyat Indonesia yang mulai bergaya hidup kebarat-baratan. Fashion, food, fun, mabuk-mabukan, clubbing, bahkan berciuman di tempat umum sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi di Indonesia. Hal-hal kecil seperti diatas yang tidak kita pedulikan ternyata membawa pengaruh buruk yang merugikan bangsa dan Negara kita ini. Mulai dari hal-hal kecil diatas, pemuda mulai berani melakukan sesuatu yang dapat mempengaruhi persatuan dan keutuhan bangsa kita.

Makna sumpah pemuda bagi sebagian bangsa ini memang sudah semakin memprihatinkan. Jika kita lihat bersama, setiap hari ada saja peristiwa yang berpeluang membuat para pemuda, baik siswa, mahasiswa, maupun masyarakat pada umumnya terpecah belah. Mirisnya, hal ini sering terjadi secara berulang-ulang tanpa ada langkah antisipasi dari pemerintah dan instansi terkait. Pemuda Indonesia seperti mulai kehilangan jati diri mereka. Budaya-budaya dalam negeri yang menjunjung tinggi solidaritas nampaknya mulai hilang dan memudar. Rasa memiliki terhadap bangsa yang satu sudah seperti hal asing dan aneh jika diterapkan dalam kehidupan mereka. Karakter pemuda asli Indonesia sudah sulit didapatkan pada mereka. Padahal jika kita terawang kembali sejarah yang telah terjadi beberapa puluh tahun silam. Sebelum kita merdeka, sebagian sejarah diukir oleh pemuda-pemuda Indonesia itu sendiri. Rasa cinta akan tanah air mereka begitu kental dan melekat mendarah daging pada diri mereka. Hal ini dapat terlihat dengan adanya sila ke-3 “Persatuan Indonesia”. Terbukti dengan didirikan berbagai organisasi pemersatu, sebut saja boedi oetomo(budi utomo=budi utama) berdiri pada 1908, dengan tujuan tak lain untuk memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk, yang selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (belanda),serta memikirkan bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu, atau Generasi kedua,yaitu para pemuda indonesia yang mengadakan kongres pemuda II,yang melahirkan indonesia raya,dan yang mencetuskan sumpah pemuda,di waltervreden (sekarang jakarta), pada oktober 1928 atau 20 tahun setelah terbentuknya boedi oetomo. puluhan pemuda indonesia dari berbagai provinsi mengikuti pertemuan itu.mereka berasal dari berbagai suku, agama dan ras.

            Sehingga seharusnya hal ini bisa menjadi cermin yang baik bagi pemuda di generasi millennium ini, agar bisa mempertahankan nilai kebangsaan dari arus budaya asing dan mengaplikasikan semangat yang dicontohkan para pejuang-pejuang muda di tanah ini dalam bentuk perwujudan rasa kesatuan dan keutuhan bangsa, sehingga tidak ada lagi anarkisme yang bisa memecahkan pemuda-pemuda di Indonesia kita tercinta ini.

"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Unidar Blog Competition 2014 dalam rangka 

memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-86 tahun 2014. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“